Hilirisasi Nikel Mutlak, Nilai Tambah Pun Terdongkrak
redaksiindonesiatimur_redaksi | August 11, 2020 | 0 | Berita
Program hilirisasi telah menjadi tekad pemerintah. Sejumlah pelaku usaha komoditas tambang yang selama ini menikmati kue hasil tambang itu dengan hanya menjual dalam bentuk tanah dan air kini harus mulai berpikir ulang.
Pasalnya, pemerintah berencana mempercepat larangan ekspor dalam bentuk bijih nikel dari semula 2022. Disebut-sebut larangan ekspor bijih nikel nantinya berbentuk Peraturan Menteri ESDM.
Berkaitan dengan rencana larangan ekspor nikel berupa bijih itu terkonfirmasi dari pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan.
Luhut optimistis hal tersebut bisa dilakukan oleh Indonesia. Walaupun, saat ini masih terdapat perusahaan yang sedang membangun smelter. “Yang masih bangun smelter, ya bangun, yang sudah bisa menyerap, ya menyerap, tidak ada masalah,” ujar Luhut.
Pembangunan sektor industri menuju hilirisasi dengan alasan, hilirisasi industri adalah merupakan strategi yang tepat untuk negara-negara yang mempunyai sumber daya alam, sumber mineral, dan sumber energi yang berlimpah. Kita patut mendukung dan mengapresiasinya.
Progam hilirisasi industri secara substansial dan menumbuhkembangkannya bukan perkara mudah. Secara material, negeri ini harus memiliki industri dasar yang kuat sebagai industri pendukung yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku atau penolong atau barang setengah jadi atau yang menghasilkan energi bagi keperluan industri.
Dengan demikian, hilirisasi perlu didukung oleh adanya industri dasar yang efisien. Apalagi hilirisasi industri yang diarahkan menghendaki tercapainya tujuan strategis, antara lain, mengurangi ketergantungan impor dan penguatan struktur industri.
“Cita-cita Indonesia, nanti untuk bisa membangun industri hilirisasi dari hulu ke hilir yang memberikan nilai tambah yang tinggi, juga menyerap tenaga kerja, dan hal positif lain yang akan bisa diterima oleh Indonesia. Jadi Kementerian ESDM mendukung penuh program hilirisasi yang memang sudah kita canangkan. Mudah-mudahan dalam waktu yang sudah kita targetkan cita-cita ini bisa kita capai,” tutur Arifin.
Salah satu proses yang dapat dilakukan untuk memberikan nilai tambah, khususnya bagi bijih nikel berkadar rendah, adalah dengan proses hidrometalurgi. Proses ini dapat mengolah bijih nikel dengan kadar rendah menjadi logam nikel murni.
“Sekarang ini ada proses hidrometalurgi, proses yang bisa memproses bijih nikel berkadar rendah. Waktu belum ada larangan ekspor, sulit untuk melakukan kontrol kadar nikel yang kita ekspor. Ke depan sudah akan dibagi, untuk nikel jenis limonit akan diproses dengan hidrometalurgi, yang berkadar lebih besar dari 1,8% bisa dicampur dengan yang rendah. Sehingga bisa menambah kemampuan kita berproduksi,” jelas Arifin.
Saat ini di Maluku Utara (Malut) sedang dibangun industri nikel untuk bahan baku baterai mobil listrik. Pabrik bahan baku baterai mobil listrik tersebut sedang dibangun oleh Harita Nickel di Kawasi, Obi, Halmahera Selatan. Menurut rencana, industri masa depan ini akan berproduksi pada akhir 2020 ini dan sekarang sedang memasuki tahap konstruksi akhir.
Maluku utara menjadi yang pertama di Indonesia nantinya, harapannya industri ini bisa berproduksi pada akhir 2020. Industri ini akan mengolah nikel kadar rendah menjadi bahan baku baterai mobil listrik, yakni nikel sulfat dan kobalt sulfat. Mobil listrik sendiri lebih ramah lingkungan dibandingkan transportasi dengan bahan bakar minyak (BBM).
–
Sumber: indonesia.go.id